Selasa, 09 Agustus 2011

Another day of God's blessing ;)

Senin, 04 Juli 2011 lalu merupakan hari dimana saya telah melaksanakan ujian skripsi saya. Saya akui, saya cukup gugup pada waktu itu karena dari 4 penguji yang akan menguji saya, 3 di antaranya berasal dari seksi linguistik dimana saya sendiri berdiri dari seksi terjemahan dan membawakan skripsi yang mengambil analisa terjemahan dalam kalimat kompleks.
 
Sedikit berbagi opini mengenai linguistik dan penerjemahan, tidak bisa dipungkiri bahwa penerjemahan merupakan cabang dari ilmu linguistik, dan yang menjadi pendapat saya di sini adalah linguistik lebih menerapkan aturan dari bentuk bahasa sedangkan penerjemahan sendiri lebih kepada membagikan pesan bahasa dalam makna yang merupakan hasil padanan dan biasanya penerjemahan itu tidak terikat pada aturan bentuk karena setiap bahasa sebenarnya memiliki aturan bentuknya masing-masing.

Kembali pada kegugupan saya tadi, saya tetap berusaha meng-cover ketenangan saya untuk siap melakukan presentasi dan menerima komentar maupun pertanyaan terhadap skripsi saya. Komentar dan pertanyaan yang ditujukan pada skripsi saya cukup beragam. Mulai dari kurang kuatnya background saya terhadap pemilihan judul skripsi saya, peletakan salah satu pembahasan sub-title saya yang salah pada bagian literatur kemudian yang paling heboh dan bikin deg-degan adalah saat chapter IV saya dibedah.

Penguji terhormat menginginkan saya untuk memberikan tambahan analisa kalimat kompleks secara detail (di sini saya menangkap komentar beliau bahwa beliau mengharapkan saya bisa menyajikannya secara linguistik) selain yang saya ungkapkan secara makna.

Sebenarnya, kompetensi para dosen di sini sangat saya hormati dan hargai karena sudah sesuai bidang yang mereka kuasai dan saya pun berterimakasih meskipun sebagian besar dari beliau ingin tetap mempertahankan dan memperlihatkan ‘taste’ dari linguistik dalam skripsi saya mengingat bahasan saya juga tidak dapat dilepaskan dari bidang linguistik, yaitu metode penerjemahan dalam kalimat kompleks. Saya menyadari hal ini setelah menyelesaikan revisi pasca ujian skripsi saya karena tadinya ketika dalam proses menyelesaikan revisi pasca ujian skripsi saya sempat protes dalam hati mengapa tidak diberikan kebebasan dalam menganalisa karena saya merasa yang saya ambil adalah lebih kepada mengenai terjemahan.

Jadi dengan kata lain, komentar maupun pertanyaan yang diberikan penguji pada saat ujian skripsi itu bukanlah ‘pembantaian’ (saya mengatakan ‘pembantaian’ karena saya belum menyadari makna dari ujian skripsi secara penuh dan belum melalui proses revisi pasca ujian skripsi pada waktu itu) karena hal itu lebih kepada ujian terhadap mental kita yang ingin mengetahui apakah kita benar-benar menguasai isi bahasan skripsi kita atau tidak. Apakah jiwa kita yang tidak tidur selama ± 4-5 bulan selama skripsi season benar-benar ada di dalam skripsi kita sendiri atau tidak.

Saya sesungguhnya sangat bersyukur melalui ujian skripsi dengan berbagai komentar dan pertanyaan dari penguji (yang pada saat itu jujur saya merasa ‘dibantai’ meskipun begitu saya tetap defense ‘maju perang’ dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap beliau-beliau) membuat saya lebih kuat dan yakin pada skripsi saya sendiri. Terima kasih Tuhan ;)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar